WASHINGTON. DMKtv, – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio dijadwalkan terbang ke Israel pada Sabtu (14/9), Reuters memberitakan. Kunjungan itu dilakukan di tengah memanasnya ketegangan akibat serangan udara Israel ke Qatar dan langkah terbaru memperluas permukiman di Tepi Barat. Kunjungan ini terjadi pada saat Washington berusaha menyeimbangkan komitmennya terhadap sekutu utama di Timur Tengah dengan tekanan internasional yang kian menguat.
Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tommy Piggott, menegaskan bahwa Rubio akan menekankan tujuan bersama dengan Israel. Kunjungan ini memperkuat posisi AS mencegah Hamas kembali berkuasa di Gaza dan mempercepat pembebasan sandera. Namun, agenda ini dibayangi kontroversi. Serangan Israel di Doha, dianggap pejabat AS sebagai eskalasi sepihak yang justru melemahkan upaya gencatan senjata yang dimediasi Qatar.
Krisis Gaza kini memasuki tahun kedua dengan korban sipil yang kian membengkak. Otoritas Palestina melaporkan lebih dari 64.000 jiwa tewas, disertai krisis kelaparan yang menimbulkan tuduhan genosida terhadap Israel. Sementara itu, keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan proyek permukiman Tepi Barat semakin memicu kecaman global. UEA bahkan memperingatkan langkah itu dapat merusak Perjanjian Abraham 2020, yang sebelumnya membuka jalan normalisasi hubungan Israel-Arab.
Kunjungan Rubio juga terjadi menjelang sidang umum PBB di New York, di mana Prancis dan Inggris disebut-sebut siap mengakui negara Palestina. Washington menolak rencana itu, khawatir akan memperkuat Hamas. Rubio bahkan memperingatkan pengakuan tersebut bisa mendorong Israel mencaplok Tepi Barat, sejalan dengan agenda faksi garis keras dalam pemerintahan Netanyahu.
Dengan latar belakang diplomasi yang rapuh, Rubio akan menggelar pertemuan dengan pejabat Israel untuk membahas isu keamanan, sandera, hingga “perang hukum” melawan Israel di Mahkamah Pidana Internasional dan Mahkamah Internasional. Sebelum berangkat, Rubio sempat bertemu keluarga sandera Hamas di Washington, menandakan betapa personal dan sensitifnya misi diplomatik ini.
*(Anas Mudhakir/ DMKtv)